Kamis, 28 April 2011

Masuknya Jin ke dalam Tubuh Manusia (Kesurupan) dan Pengobatannya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)

Fenomena kesurupan masih mengundang perdebatan hingga saat ini. Kalangan yang menolak, (lagi-lagi) masih menggunakan alasan klasik yakni “tidak bisa diterima akal”. Semoga, kajian berikut bisa membuka kesadaran kita bahwa syariat Islam sejatinya dibangun di atas dalil, bukan penilaian pribadi atau logika orang per orang.

Muqaddimah

Peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia masih menjadi teka-teki bagi sebagian orang. Peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan) ini acap kali menjadi polemik di tengah masyarakat kita yang heterogen. Sehingga sekian persepsi bahkan kontroversi sikap pun meruak dan bermunculan ke permukaan. Ada yang membenarkan dan ada pula yang mengingkari. Bahkan ada pula yang menganggapnya sebagai perkara dusta dan termasuk dari kesyirikan.

Para pembaca yang mulia, sebagai muslim sejati yang berupaya meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya, tentunya prinsip ‘berpegang teguh dan merujuk kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbeda pendapat’ haruslah selalu dikedepankan. Sebagaimana bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kalam-Nya nan suci:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا

“Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali ‘Imran: 103)

Al-Imam Al-Qurthubi berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya ketika terjadi perselisihan. Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al-Qur`an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan…” (Tafsir Al-Qurthubi, 4/105)

Demikianlah timbangan adil yang dijunjung tinggi oleh Islam. Berangkat dari sini, maka kami bermaksud menyajikan –di tengah-tengah anda– beberapa sajian ilmiah berupa keterangan atau fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin ini. Dengan harapan, ini bisa menjadi pelita dalam gelapnya permasalahan dan pembuka bagi cakrawala berpikir kita semua. Amiin ya Rabbal ‘Alamin…

Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu berkata: “Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang haus akan petunjuknya. Amma ba’du:

Pada bulan Sya’ban tahun 1407 H, sejumlah surat kabar lokal dan nasional telah memuat berita ada yang ringkas dan ada yang detail tentang masuk Islamnya sejumlah jin di hadapanku di kota Riyadh, yang sedang merasuki tubuh salah seorang wanita muslimah. Sebelumnya, jin tersebut telah mengumumkan keislamannya di hadapan saudara Abdullah bin Musyarraf Al-‘Amri, seorang penduduk kota Riyadh. Setelah dibacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada wanita yang kerasukan itu dan berdialog dengan jin itu serta mengingatkan bahwa perbuatannya itu merupakan dosa besar dan kedzaliman yang diharamkan, saudara Abdullah pun menyuruhnya agar keluar dari tubuh si wanita. Jin itu pun patuh, kemudian menyatakan keislamannya di hadapan saudara Abdullah ini.

Abdullah dan para wali wanita itu ingin membawa si wanita kepadaku, agar aku turut menyaksikan keislaman jin tersebut. Mereka pun datang kepadaku.

Aku menanyai jin tersebut tentang sebab-sebab dia masuk ke dalam tubuh si wanita. Dia pun menceritakan kepadaku beberapa faktor penyebabnya. Dia berbicara melalui mulut si wanita itu, akan tetapi suaranya adalah suara seorang laki-laki dan bukan suara wanita yang ketika itu sedang duduk di kursi bersama-sama dengan saudara laki-lakinya, saudara perempuannya, dan Abdullah bin Musyarraf yang tidak jauh dari tempat dudukku.

Sebagian masyayikh (para ulama) pun menyaksikan kejadian ini dan mendengarkan secara langsung ucapan jin tersebut yang telah menyatakan keislamannya. Dia menjelaskan bahwa asalnya dari India dan beragama Budha. Aku pun menasehatinya dan berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memintanya keluar dari tubuh si wanita serta tidak menzaliminya. Dia pun menyambut ajakanku itu seraya mengatakan: “Aku merasa puas dengan agama Islam.”

Aku wasiatkan pula kepadanya agar mengajak kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah. Dia menjanjikan hal itu, lalu ia pun keluar dari tubuh si wanita. Ucapan terakhir yang dia katakan ketika itu: “Assalamu’alaikum”. Setelah itu, barulah si wanita mulai berbicara dengan suara aslinya dan benar-benar merasakan kesembuhan serta kebugaran pada tubuhnya.

Selang sebulan atau lebih, si wanita ini datang kembali kepadaku bersama dua saudara laki-laki, paman, dan saudarinya. Dia mengabarkan bahwa keadaannya sehat wal afiat dan syukur alhamdulillah jin itu tidak mendatanginya lagi. Aku bertanya kepada wanita tersebut tentang kondisinya saat kemasukan jin. Dia menjawab bahwa saat itu merasa selalu dihantui oleh pikiran-pikiran kotor yang bertentangan dengan syariat. Pikirannya selalu condong kepada agama Budha serta antusias untuk mempelajari buku-buku agama tersebut. Kini, setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari gangguan jin tersebut, sirnalah berbagai pikiran yang menyimpang itu.

Kemudian sampailah berita kepadaku bahwa Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi mengingkari peristiwa ini seraya menyatakan bahwa ini adalah penipuan dan kedustaan. Bisa jadi itu rekayasa rekaman yang dibawa oleh si wanita dan bukan dari ucapan jin sama sekali. (Seketika itu juga –pen.), kuminta kaset rekaman tentang dialogku dengan jin tersebut. Setelah kudengarkan secara seksama, aku pun yakin bahwa suara itu adalah suara jin. Sungguh aku sangat heran dengan pernyataan yang dilontarkan Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi, bahwa itu adalah rekayasa rekaman belaka. Karena aku berulang kali mengajukan pertanyaan kepada jin tersebut dan dia pun selalu menjawabnya. Bagaimana mungkin akal sehat bisa membenarkan adanya sebuah tape/alat rekam yang bisa ditanya dan bisa menjawab?! Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dan statement yang sulit untuk diterima.

Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi juga menyatakan bahwa masuk Islamnya seorang jin oleh seorang manusia bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:

وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَََحَدٍ مِنْ بَعْدِي

“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku.” (Shad: 35)

Tidak diragukan lagi, pernyataan di atas merupakan kesalahan dan pemahaman yang keliru, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya hidayah.

Masuk Islamnya seorang jin oleh manusia tidaklah menyelisihi doa Nabi Sulaiman (di atas). Karena sungguh telah banyak jin yang masuk Islam (dalam jumlah besar) melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahqaf dan Al-Jin. Demikian pula telah disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِي فَشَّدَ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَأَمْكَنَنِيَ اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوا فَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ {رَبِّ هَبْ لِيْ مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي}، فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِيًا. هَذَا لَفْظُ الْبُخَارِي

“Sesungguhnya setan telah menampakkan diri di hadapanku untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di sebuah tiang hingga kalian dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.” Demikianlah lafadz yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari. Adapun lafadz Al-Imam Muslim adalah sebagai berikut:

إِنَّ عِفْرِيْتًا مِنَ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلاَةَ وَإِنَّ اللهَ أَمْكَنَنِيْ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِيْ سُلَيْمَانَ {رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي} فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِئًا.

“Sesungguhnya ‘Ifrit dari kalangan jin telah menampakkan diri di hadapanku tadi malam untuk memutus shalatku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepadaku untuk menghadapinya (baca: mengalahkannya), sehingga aku dapat mendorongnya dengan kuat. Sungguh, sebenarnya aku ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid hingga kalian semua dapat menontonnya di pagi harinya. Tapi aku teringat akan ucapan saudaraku Nabi Sulaiman ‘alaihissalam: ‘Ya Rabbi, anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku’. Maka Allah mengusirnya dalam keadaan hina.”

Para pembaca yang budiman, peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh manusia hingga membuatnya kesurupan, telah ada keterangannya di dalam Kitabullah (Al-Qur`an), Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ (kesepakatan) umat ini. Maka tidak bisa dibenarkan bagi orang yang tergolong intelek (berpendidikan) untuk mengingkarinya tanpa berlandaskan ilmu dan petunjuk ilahi. Bahkan karena semata-mata taqlid kepada sebagian ahli bid’ah yang berseberangan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Wallahul musta’an walaa haula walaa quwwata illa billah. Akan aku sajikan untuk anda –wahai pembaca– beberapa perkataan ahlul ilmi tentang masalah ini, insya Allah.

Berikut ini pernyataan para mufassir (ahli tafsir) berkenaan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)

-Al-Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata: “Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah orang yang kesurupan di dunia, yang mana setan merasukinya hingga menjadi gila (rusak akalnya).”

-Al-Imam Al-Baghawi berkata tentang makna al-massu: “Yaitu gila/hilang akal. Seseorang disebut مَمْسُوْسٌ (gila/hilang akal) jika dia menjadi gila atau rusak akalnya.”

-Al-Imam Ibnu Katsir berkata: “Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya, yaitu berdiri dalam keadaan sempoyongan. Shahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: ‘Seorang pemakan riba akan dibangkitkan (dari kuburnya) di hari kiamat dalam keadaan gila (rusak akalnya).’ (Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Abi Hatim). Seperti itu pula yang diriwayatkannya dari Auf bin Malik, Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Rabi’ bin Anas, Qatadah, dan Muqatil bin Hayyan (tentang ayat tersebut).”

-Al-Imam Al-Qurthubi berkata: “Di dalam ayat ini terdapat argumen tentang rusaknya pendapat orang yang mengingkari adanya kesurupan jin. Juga argumen tentang rusaknya anggapan bahwa itu hanyalah proses alamiah yang terjadi pada tubuh manusia, serta rusaknya anggapan bahwa setan tidak dapat merasuki tubuh manusia.”

Perkataan para ahli tafsir yang semakna dengan ini cukup banyak. Barangsiapa yang mencari, insya Allah akan mendapatkannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam kitabnya Idhah Ad-Dilalah Fi ‘Umumir Risalah Lits-tsaqalain yang terdapat dalam Majmu’ Fatawa (19/9-65), –setelah berbicara beberapa hal– berkata: “Oleh karena itu, sekelompok orang dari kalangan Mu’tazilah semacam Al-Jubba’i, Abu Bakr Ar-Razi, dan yang semisalnya, mengingkari peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan, namun tidak mengingkari adanya jin. Hal itu (menurut mereka) karena dalil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peristiwa masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan tidak sejelas dalil yang menunjukkan tentang adanya jin, walaupun sesungguhnya (pendapat) mereka itu keliru. Karena itu, Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari menyebutkan dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama’ah bahwasanya mereka (yakni Ahlus Sunnah) menyatakan: “Sesungguhnya jin itu dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.’ Permasalahan ini telah dijelaskan secara panjang lebar pada tempatnya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu dalam Majmu’ Fatawa (24/276-277) juga mengatakan: “Keberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan salaful ummah (para pendahulu umat ini) dan para ulamanya. Demikian pula masuknya jin ke dalam tubuh manusia, juga merupakan perkara yang benar sesuai dengan kesepakatan para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)

Di dalam kitab Ash-Shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no. 7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahumallahu berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.’

Apa yang Al-Imam Ahmad katakan ini adalah perkara yang masyhur. Sangat mungkin seseorang yang mengalami kesurupan berbicara dengan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ketika tubuhnya dipukul dengan keras pun ia tidak merasakannya. Padahal bila pukulan itu ditimpakan kepada unta jantan, niscaya akan kesakitan. Sebagaimana ia tidak menyadari pula apa yang diucapkannya. Seorang yang kesurupan, terkadang dapat menarik tubuh orang lain yang sehat. Dia juga dapat menarik alas duduk yang didudukinya, serta dapat memindahkan berbagai macam benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan sebagainya. Siapa saja yang menyaksikannya, niscaya meyakini bahwa yang berbicara melalui mulut orang yang kesurupan itu dan yang menggerakkan benda-benda tadi bukanlah diri orang yang kesurupan tersebut. Tidak ada para imam yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh orang yang kesurupan. Barangsiapa mengklaim bahwa syariat ini telah mendustakan peristiwa tersebut berarti dia telah berdusta atas nama syariat. Dan sesungguhnya tidak ada dalil-dalil syar’i yang menafikannya.”-sekian nukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-

Al-Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad (4/66-69) berkata: “Kesurupan ada dua macam:

1. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat yang ada di muka bumi ini.

2. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik yang amat buruk.

Jenis kedua inilah yang dibahas oleh para dokter, berikut faktor penyebab dan cara pengobatannya.

Adapun kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh jahat (di antaranya jin/setan, -pen), para pemuka dan ahli kedokteran juga mengakui eksistensinya. Menurut mereka, pengobatannya harus dengan roh-roh yang mulia lagi baik agar dapat melawan roh-roh yang jahat lagi jelek itu. Sehingga dapat mengatasi pengaruh-pengaruh buruknya, bahkan dapat membatalkan tindak kejahatannya.

Keyakinan semacam ini telah dinyatakan oleh Buqrath (Hipocrates) dalam beberapa bukunya, berikut beberapa jenis pengobatan untuk kesurupan. Buqrath mengatakan: ‘Pengobatan ini hanya berfungsi untuk kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik dan masuknya zat-zat tertentu ke dalam tubuh. Sedangkan kesurupan yang disebabkan oleh gangguan roh-roh jahat (termasuk jin/setan), maka pengobatan di atas tidaklah bermanfaat.’

Adapun sebagian dokter yang bodoh dan rendah –terlebih yang mengagungkan paham zandaqah (zindiq/kafir, tidak percaya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala)– mengingkari kesurupan. Mereka juga tidak mengakui adanya efek buruk roh-roh tersebut terhadap tubuh orang yang kesurupan. Mereka sesungguhnya telah dikuasai oleh kebodohan. Sebab menurut ilmu kedokteran sendiri, jenis kesurupan semacam ini benar-benar ada dan tidak ada alasan untuk mengingkarinya. Terlebih bila keberadaannya dapat dibuktikan pula oleh panca indra dan realita.

Berkenaan dengan klaim para dokter tersebut bahwa kesurupan itu diakibatkan oleh gangguan fisik, memang bisa dibenarkan. Namun hal ini berlaku pada sebagian jenis kesurupan saja dan tidak secara keseluruhan.” –Hingga perkataan beliau–: “Kemudian datanglah para dokter dari kalangan zanadiqah yang tidak mengakui adanya kesurupan kecuali yang diakibatkan oleh gangguan fisik saja. Orang yang berakal dan mengetahui (hal ihwal) roh berikut gangguannya, akan tertawa melihat kebodohan dan lemahnya akal mereka (para dokter) itu.

Untuk mengobati kesurupan jenis ini, perlu memperhatikan dua hal:

1. Berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu sendiri.

2. Berkaitan dengan orang yang mengobatinya.

Adapun yang berkaitan dengan diri orang yang kesurupan itu sendiri, maka dengan kekuatan jiwanya dan kemantapannya dalam menghadap Pencipta roh-roh tersebut (yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala) serta kesungguhannya dalam meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang berpadu antara hati dan lisannya. Karena kondisinya ibarat pertempuran, yang mana seseorang tidak akan mampu menundukkan musuhnya dengan senjata yang dimilikinya kecuali bila terpenuhi dua hal: senjatanya benar-benar tajam, dan ayunan tangannya benar-benar kuat. Di saat kurang salah satunya, maka senjata itu pun kurang berfungsi. Lalu bagaimana jika tidak didapati kedua hal tersebut?! Di mana hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, dan kemantapan dalam menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu lebih dari itu, yakni dia tidak memiliki senjata.”

Sedangkan yang berkaitan dengan orang yang mengobati, dia pun harus memiliki dua hal yang telah disebutkan di atas. Sampai-sampai (ketika kedua hal tersebut telah terpenuhi, -pent.) di antara orang yang mengobati itu ada yang cukup mengatakan (kepada jin/setan tersebut): ‘Keluarlah darinya!’ atau ‘Bismillah’ atau ‘Laa haula wala quwwata illa billah.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah mengatakan: ‘Keluarlah wahai musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala! Aku adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’

Aku (Ibnul Qayyim, -pent.) pernah menyaksikan Syaikh kami (yakni Ibnu Taimiyyah, -pent.) mengutus seseorang kepada orang yang sedang kesurupan, untuk menyampaikan kepada roh (jin) yang ada pada diri orang yang kesurupan itu: “Syaikh menyuruhmu untuk keluar (dari tubuh orang ini), karena perbuatan itu tidak halal bagimu!” Seketika itu sadarlah orang yang kesurupan tersebut. Dan terkadang beliau menanganinya sendiri. Ada kalanya roh itu jahat, sehingga untuk mengusirnya pun harus dengan pukulan. Ketika orang yang kesurupan itu tersadar, dia tidak merasakan rasa sakit akibat pukulan tersebut.

Sungguh kami dan yang lainnya sering kali menyaksikan beliau rahimahullahu melakukan pengobatan semacam itu.” –Hingga perkataan beliau–: “Secara garis besar, kesurupan jenis ini berikut pengobatannya tidaklah diingkari kecuali oleh orang yang minim ilmu, akal, dan pengetahuannya.

Kebanyakan masuknya roh-roh jahat ini ke dalam tubuh seseorang disebabkan minimnya agama dan kosongnya hati serta lisan dari hakekat dzikir, permintaan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta pembentengan keimanan yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ketika ia tidak lagi memiliki senjata dan kosong sama sekali dari pembentengan diri, masuklah roh-roh jahat itu kepadanya.” -sekian nukilan dari Ibnul Qayyim-

Dari beberapa dalil syar’i yang telah kami sebutkan dan juga ijma’ ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah tentang kemungkinan masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan), maka menjadi jelaslah bagi para pembaca akan batilnya pernyataan orang-orang yang mengingkari permasalahan ini. Menjadi jelas pula kekeliruan Asy-Syaikh ‘Ali Ath-Thanthawi dalam pengingkarannya tersebut. Dia berjanji untuk rujuk kepada kebenaran kapan pun tampak baginya. Maka dari itu, hendaknya dia kembali kepada kebenaran setelah membaca keterangan kami. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua.” (Dikutip dan diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masa`il Al-‘Ashriyyah min Fatawa ‘Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1586-1595)

Penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu

Suatu hari Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu ditanya: “Adakah dalil yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia?”

Beliau menjawab: “Ya. Ada dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia.

Dari Al-Qur`anul Karim, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“Orang-orang yang makan riba itu tidaklah dapat berdiri (bangkit dari kuburnya) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (Al-Baqarah: 275)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Orang-orang pemakan riba itu tidaklah dibangkitkan dari kubur mereka di hari kiamat melainkan seperti bangkitnya orang yang kesurupan saat setan merasukinya.”

Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu Adam melalui aliran darah.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Ahkam no.7171 dan Muslim, Kitab As-Salam no. 2175)

Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullahu dalam Maqalat Ahlis Sunnah Wal Jama’ah berkata: “Bahwasanya mereka yakni Ahlus Sunnah menyatakan: ‘Sesungguhnya jin dapat masuk ke dalam tubuh orang yang kesurupan’.” Beliau berdalil dengan ayat (275 dari surat Al-Baqarah) di atas.

Abdullah bin Al-Imam Ahmad rahimahumallahu berkata: “Aku pernah berkata pada ayahku: ‘Sesungguhnya ada sekelompok orang yang mengatakan bahwa jin itu tidak dapat masuk ke dalam tubuh manusia.’ Maka ayahku berkata: ‘Wahai anakku, mereka itu berdusta. Bahkan jin dapat berbicara melalui mulut orang yang kesurupan.’

Ada beberapa hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad dan Al-Baihaqi: “Bahwasanya seorang bocah gila didatangkan di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (kepada jin yang merasukinya, -pent) :Keluarlah wahai musuh Allah! Aku adalah Rasulullah.’ Maka sembuhlah bocah tersebut.” (Al-Musnad, no. 17098, 1713)

Dari sini engkau dapat mengetahui bahwa permasalahan masuknya jin ke dalam tubuh manusia ada dalilnya dari Al-Qur`anul Karim dan juga dua dalil dari As-Sunnah.

Inilah sesungguhnya pendapat Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan para imam dari kalangan as-salafush shalih. Realita pun membuktikannya. Walaupun demikian kami tidak mengingkari adanya penyebab lain bagi penyakit gila seperti lemahnya syaraf atau rusaknya jaringan otak, dll.” (Dikutip dan diterjemahkan dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah fil Masa`il Al-‘Ashriyyah Min Fatawa ‘Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1563-1564)

Penutup

Pembaca yang budiman, demikianlah sajian ilmu dari dua ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah jaman ini seputar permasalahan kesurupan atau kerasukan jin (baca: setan), yang berpijak di atas dalil dari Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ para ulama terpercaya umat Islam. Adapun kesimpulannya, sebagai berikut:

1. Keberadaan jin merupakan perkara yang benar menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya.

2. Masuknya jin ke dalam tubuh manusia (kesurupan/ kerasukan setan), benar pula adanya menurut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kesepakatan salaful ummah dan para ulamanya serta realita pun membuktikannya.

3. Para pemuka dan ahli kedokteran pun mengakui adanya peristiwa kesurupan jin, sebagaimana keterangan Al-Imam Ibnul Qayyim di atas. Sehingga, barangsiapa mengklaim bahwasanya syariat ini telah mendustakan adanya kesurupan jin berarti dia telah berdusta atas nama syariat itu sendiri.

4. Masuk Islamnya jin melalui seorang manusia, diperbolehkan dalam syariat Islam. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:

وَهَبْ لِي مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَََحَدٍ مِنْ بَعْدِي

“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki seorang pun sesudahku.”

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: